Bener | bagelenchannel.com – Menjelang bulan suci Ramadhan tampak ratusan warga Desa Jati, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, mendatangi tempat pemakaman umum (TPU) Astana Kembar Dusun Winong desa setempat, baru-baru ini.
Kedatangan mereka ke tempat pemakaman umum dalam rangka untuk melakukan tradisi Nyadran atau ziarah ke makam kerabat. Ada pula di beberapa daerah yang menyebut tradisi itu sebagai Sadranan. Uniknya tradisi yang telah berlangsung turun temurun itu dilakukan secara bersama-sama. Tak hanya datang ke makam para kerabat, namun mereka juga ziarah kubur ke makam para leluhur Desa Jati.
Ratusan warga masyarakat itu berbondong-bondong memulai tradisi dengan membersihkan makam para kerabat dan leluhur desa, kemudian peziarah melakukan tabur bunga, melakukan tahlilan atau doa bersama dan puncaknya berupa kenduri selamatan di makam leluhur.
Dikatakan oleh Kapala Desa Jati Musrokim, khusus Tradisi Nyadran di Desa Jati, warga masyarakat tidak hanya ziarah ke makam keluarga atau kerabat, namun warga juga melakukan ziarah ke makam para luluhur, seperti para tokoh pendiri atau para pemimpin desa, yang telah meninggal dan dimakamkan di makam desa tersebut.
“Ada sejumlah makam tokoh kepala desa terdahulu yang dikunjungi warga dan menjadi lokasi Nyadran ini, seperti makam kepala desa pertama bernama Ki Tuwongso, Ki Sawanggati 1, Ki Sawanggati 2, H Joyo Menggolo 1, H Abdulloh, Kartorejo dan beberapa kepala desa lainnya,” katanya.
Lebih jauh dijelaskan oleh Musrokim, bahwa Nyadran atau ziarah ke makam para leluhur itu sudah lazim dilakukan oleh warga menjelang datangnya bulan suci Ramadhan, namun untuk Desa Jati, warga selalu melakukan secara rutin di setiap tahunnya pada Minggu pertama bulan Sya’ban.
“Tujuanya untuk mendoakan para leluhur, sebagai ungkapan terimakasih atas jasanya dalam membangun Desa Jati,” ujarnya.
Dalam acara Nyadran itu, tak hanya warga Desa Jati yang datang, warga dari sejumlah desa lain pun, yang memiliki kerabat atau saudara yang dimakamkan di desa itu juga turut hadir dalam acara tersebut.
Acara itu menjadi unik lantaran warga melakukan doa bersama di lokasi makam, tidak di masjid atau di mushola.
“Diakhir acara, setelah melakukan doa bersama, warga bersama-sama ke mushola untuk mengikuti Kenduri Agung. Di sana warga makan bersama dan membawa pulang walimah yang telah dibuat oleh warga sebelum prosesi tradisi itu berlangsung,” jelasnya.
Masih menurut Musrokim, bahwa Tradisi Nyadran itu bukan saja dilakukan di makam komplek Astana Kembar Dusun Winong. Warga di dusun lain juga menggelar kegiatan serupa di lokasi makam berbeda, namun dilakukan dengan waktu yang berbeda pula. (Widarto)
Lihat Video: