Purworejo | bagelenchannel.com – Ada yang unik di Masjid Tiban Jatisalam, yang terletak di Dusun Jatisalam RT 04/RW 07, Desa Semawung, Kecamatan Purworejo, Jawa Tengah. Keunikan tersebut tampak saat kita akan mengambil air wudhlu untuk mensucikan diri sebelum menjalankan sholat wajib maupun sholat sunnah. Keunikannya terletak padha padasan atau tempat air suci untuk berwudhlu, karena padasan itu bentuknya mirip dengan padasan jaman dahulu.
Selain bentuknya yang unik jumlahnya juga hanya lima, menurut warga masyarakat setempat jumlah tersebut tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang. Menurut penuturan salah satu pengelola Masjid Tiban Jatisalam Sumaryono (51), bahwa padasan berjumlah 5 buah itu memiliki arti sendiri.
“Jumlah padasan tempat air wudhlu yang berjumlah 5 buah itu memiliki makna sebagai wujud pencerminan 5 Rukun Islam. Meliputi syahadat, sholat, zakat, puasa dan haji,” katanya.
Tempat wudhlu yang terbuat dari tanah liat itu ada juga yang menyebutnya dengan sebutan Padasan Limo. Hingga sekarang Padasan Limo itu masih digunakan untuk berwudhlu.
“Terkait dengan Padasan Limo, di sampingnya juga terdapat sumur kuno yang airnya digunakan untuk kebutuhan beribadah. Air dari Padasan Limo juga dengan seijin Alloh SWT memiliki khasiat tersendiri. Bahkan air sumur itu tidak pernah kering meskipun saat kemarau panjang,” tambahnya.
“Air sumurnya sangat jernih bagi siapa saja yang membasuh muka atau wudhlu di Padasan Limo dengan air sumur itu maka akan awet muda, dan yang meminumnya sambil berdoa maka akan menghilangkan segala penyakitnya,” terangnya.
Disebut Masjid Tiban menurut Sumaryono, karena dari cerita turun temurun bahwa masjid itu tiba-tiba saja ada di sana. Tidak ada yang tahu siapa yang pertama kali membangun masjid itu.
Masjid Tiban Jatisalam dibangun dengan gaya arsitektur tradisional Jawa. Sedangkan bangunan bagian atas atau atap masjid berupa tajuk tumpang satu. Adapun konstruksi kayu serta gonjo masjid hampir sama dengan Masjid Tiban Jenar Kidul maupun Masjid Santren Bagelen. Namun di Masjid Tiban Jatisalam tidak ditemukan soko rowo, di sana hanya terdapat soko guru atau tiang utama masjid yang terbuat dari kayu jati gelondongan berbentuk bulat memanjang berukuran cukup besar. Sementara itu dari bentuk mustaka masjidnya, mirip dengan Mustaka Masjid Santren Bagelen. Oleh para ahli sejarah diperkirakan masjid-masjid tersebut dibangun pada jaman yang sama atau dibangun oleh orang yang sama.
Sumaryono mengatakan bahwa Masjid Tiban Jatisalam pertama kali dipelihara dan dijaga oleh Raden Abdul Rakub, seorang ningrat keturunan Pakubuwono I. Hingga kini masjid yang konon pernah disinggahi oleh Pangeran Diponegoro itu masih berdiri kokoh dan digunakan untuk tempat beribadah bagi warga setempat.
“Namun ada juga sumber yang menyebutkan bahwa sebelum ada Desa Semawung masjid tersebut sudah berdiri kokoh di sana. Sedangkan berdirinya Desa Semawung diperkirakan sekitar tahun 1500-an. Sehingga ada pula warga masyarakat dahulu yang menyebutnya diperkirakan sudah ada sejak tahun 1478,” ungkapnya.
Meski sudah beberapa kali direnovasi, bangunan dalam masjid hingga kini masih dipertahankan keasliannya. Tiang utama atau soko yang terdiri atas 4 buah kayu jati bulat masih asli dan berdiri kokoh di tengah-tengah ruang utama.
“Kemudian ukiran di langit-langit masih asli, selain itu juga ada mimbar dan bedug yang masih asli. Akan tetapi bedugnya kini hanya disimpan dan tidak digunakan lagi agar tidak mengalami kerusakan,” imbuhnya.
Setiap hari masjid tersebut selalu ramai didatangi oleh para jamaahnya, yang akan melaksanakan ibadah utamanya saat Bulan Suci Ramadhan. Setiap sore, lantunan ayat-ayat suci Al-Quran terdengar dari serambi masjid. Malam harinya, masjid juga sesak dipenuhi para jamaah sholat tarawih. (Widarto)