Purworejo | bagelenchannel.com – Siapa yang tak mengenal jenis makanan camilan berupa emping melinjo? Karena jenis makanan ini sudah sangat populer di kalangan warga masyarakat. Emping melinjo juga sering dijadikan sebagai snack ringan di berbagai kesempatan mulai dari tempat orang hajatan, hari-hari penting hingga rapat-rapat. Termasuk di dalamnya saat Perayaan Hari Raya Idul Fitri juga mudah kita jumpai makanan ringan emping melinjo yang disuguhkan oleh warga masyarakat dalam menyambut tamu yang datang.
Namun tak banyak yang mengetahui jika emping-emping melinjo itu banyak diproduksi oleh warga masyarakat di daerah Kampung Ngenthak, Kelurahan Baledono, Kecamatan Purworejo, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Saking banyaknya warga masyarakat yang membuat emping melinjo, hingga ada orang yang menyebut daerah itu sebagai Kampung Emping.
Berkah Bulan Suci Ramadhan ternyata juga turut dirasakan oleh para pembuat emping melinjo di daerah Baledono. Sejak awal Ramadhan, para perajin emping melinjo tersebut sampai kewalahan melayani pesanan, karena pesanan emping meningkat cukup tajam. Namun karena keterbatasan tenaga dan alat yang masih sederhana, membuat para perajin hanya bisa menghasilkan 2 hingga 3 kilogram emping dalam seharinya.
Diceritakan oleh salah satu pembuat emping melinjo Sariyati, bahwa tempat tinggalnya terkenal sebagai Kampung Emping, karena ada puluhan keluarga yang secara turun-temurun membuat emping melinjo.
“Tidak ada warga yang mengetahui persis awal keberadaan perajin emping di Kampung Ngentak, Kelurahan Baledono ini. Warga hanya mengetahui, bahwa para perajin emping sudah ada sejak puluhan tahun lalu dan telah berlangsung sejak turun-temurun,” katanya.
Mendekati Lebaran, pesanan emping melinjo pun meningkat cukup tajam hingga tiga kali lipat dari hari-hari biasa. Harga emping pun saat ini mencapai Rp 60 ribu rupiah per kilogramnya. Bisa dibilang meningkat dari harga bulan lalu yang hanya berkisar Rp 50 ribu per kilogramnya.
“Namun tidak semua perajin mendapatkan keuntungan dari meningkatnya pesanan maupun naiknya harga emping melinjo. Keterbatasan tenaga dan alat yang sederhana menyebabkan mereka tidak bisa meningkatkan kapasitas produksi dengan cepat,” imbuhnya.
Mereka masih menggunakan cara tradisional, yaitu dengan cara menggoreng melinjo tanpa minyak, kemudian dalam keadaan panas, melinjo itu ditumbuk agar tipis dengan menggunakan batu biasa. Setelah itu melinjo yang sudah tipis, lalu dijemur di bawah teriknya panas matahari hingga kering.
Dalam sehari, rata-rata satu perajin emping melinjo di Kampung Ngentak hanya bisa menghasilkan 2 hingga 3 kilogram emping kering siap masak. Untuk setiap kilogram emping kering, para perajin mendapatkan keuntungan Rp 15 ribu hingga Rp 20 ribu sehingga dalam sehari setiap perajin hanya mampu mendapatkan keuntungan sekitar Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu per harinya.
Para perajin mengaku, walaupun permintaan meningkat mereka juga tidak menaikkan harga seenak hati. Kenaikan harga emping melinjo yang mencapai Rp 60 ribu per kilogram itu menyesuaikan dengan harga bahan baku utama emping, yaitu melinjo yang juga mengalami kenaikan. Saat ini harga melinjo muda berkisar Rp 16 ribu per kilogram, mengalami kenaikan hampir dua kali lipat dari harga semula Rp 10 ribu per kilogramnya.
(Eko Mulyanto)