
Pandemi Covid-19 memaksa masyarakat untuk membatasi segala kegiatan hingga berhenti dari rutinitasnya sejenak guna menghentikan penyebaran virus corona (Covid-19). Tentunya dengan adanya pandemi ini, telah membawa dampak buruk serta penurunan kualitas bagi beberapa bidang. Satu tahun lebih sudah masyarakat Indonesia menghadapi kebiasaan-kebiasan baru sehingga timbul sebagai tantangan besar dalam segala aspek, salah satunya adalah aspek pendidikan. Kegiatan belajar mengajar sebelum dan setelah adanya pandemi covid-19 memang jelas berbeda, pembelajaran setelah adanya pandemi ini dirasa lebih sulit menurut semua pihak yang terlibat.
Pembatasan aktivitas di sekolah antara guru dan siswa terjadi pada semua jenjang pendidikan, seperti jenjang Sekolah Dasar. Guru tidak bisa setiap hari bertatap muka secara langsung dengan siswanya. Meski demikian, bukan berarti aktivitas pembelajaran berhenti begitu saja. Ada saja strategi yang dilakukan pihak sekolah dan guru agar pembelajaran tetap berjalan. Salah satunya melalui pembelajaran dalam jaringan (daring). Hingga saat ini kegiatan tatap muka telah mengalami perkembangan dan sudah banyak pula Sekolah Dasar yang telah melaksanakan kegiatan konsultasi terbimbing yang artinya siswa dan guru melaksanakan kegiatan tatap muka secara langsung di sekolah dengan kapasitas siswa hanya 50% dari jumlah siswa dalam kelas dengan syarat mendapat persetujuan dari wali murid tiap siswa. Dari kegiatan saat ini, jelas bahwa kegiatan pembelajaran masih memerlukan pembelajaran secara daring maupun belajar dari rumah (BDR).
Salah satu perhatian saya tertuju pada keterampilan pada diri siswa yaitu keterampilan berfikir tingkat tinggi atau disering disebut HOTS khusunya pada kelas tinggi seperti kelas VI untuk mempersiapkan Ujian Nasional. Di sisi lain juga melihat bahwa Kementrian Pendidikan sudah mulai menerapkan standar internasional, baik untuk soal-soal Matematika, Literasi, maupun untuk Ilmu Pengetahuan Alam yang memerlukan daya nalar tinggi, yang diharapkan siswa mencapai kompetensi dengan penerapan HOTS seperti kemampuan berpikir kritis (critical thinking), kreatif dan inovasi (creative and innovative), kemampuan berkomunikasi (communication skill), kemampuan bekerja sama (collaboration), dan kepercayaan diri (confidence). High Order of Thinking Skills (HOTS) merupakan kemampuan berpikir logis, kritis, analitis, metakognitif dan berpikir kreatif. Pada kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa tidak hanya diminta untuk mengingat-mengungkapkan kebali saja, tetapi membutuhkan kemampuan lain yang lebih tinggi. Dimana pada Taksonomi Bloom tingkat kesulitan soal HOTS adalah C4(Analisis), C5 (Evaluasi) dan C6 (Penciptaan). Karena adanya pandemi, tentunya ketertarikan hingga antusias belajar siswa menurun dan apabila hal tersebut terjadi maka keterampilan berpikir siswa juga akan terpengaruh apalagi keterampilan berfikir tingkat tingginya.
HOTS dapat dimiliki siswa karena siswa terbiasa menemui soal-soal berbasis HOTS serta mampu menyelesaikannya. Contohnya pada pembelajaran IPA dengam materi sistem pernapasan, saat sebelum pandemi peserta didik melakukan praktik melalui bantuan media pembelajaran dengan dibentuk kelompok oleh guru kemudian diminta untuk membuat laporan secara tertulis hingga menyelesaikan soal berbasis HOTS. Artinya pembelajaran IPA banyak memerlukan pembelajaran praktik untuk menemukan konsep pembelajaran berdasarkan pengalaman sendiri dengan mengusung kerja sama dalam kelompok. Saat pandemi covid-19 ini kemampuan bekerja sama peserta didik tidak dapat terlaksanakan.
Seharusnya untuk mencapai keterampilan berpikir tingkat tinggi tersebut, siswa perlu mendapatkan bimbingan bantuan dari guru sesering mungkin untuk menyelesaikan permasalahan yang terdapat pada soal hingga menjadi kebiasaan baginya menghadapi soal yang membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Pembiasaan tersebut berjalan dengan sistem guru memberikan materi disertai penjelasan oleh guru, kemudian dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab antara guru dengan siswa melalui aplikasi penunjang yang ditetapkan dan guru memberikan beberapa soal yang didalamnya juga terdapat soal berbasis HOTS. Namun, dengan keadaan pembelajaran di tengah pandemi yang mengharuskan melakukan pembelajaran daring maupun BDR, guru tidak dapat membimbing secara maksimal untuk siswa satu kelas. Bukan dari pihak guru yang sulit untuk mendampingi siswa, justru siswa yang terkadang karena kendala smart phone, sinyal bahkan kemalasan siswa sehingga untuk pembiasaan keterampilan berpikir tingkat tinggi bagi siswa kurang berjalan maksimal. Meskipun demikian, menurut salah satu guru SD wali kelas 6 (L) pembiasaan HOTS tidak hilang walaupun melalui pembelajaran daring, High Order of Thinking Skills siswa hanya pengalami penurunan seperti siswa masih pada C4 dan C5. Dilihat dari sisi guru untuk mengetahui HOTS peserta didik dapat ditinjau ketika peserta didik mampu menyelesaikan soal-soal berbasis HOTS dengan benar, baik penyelesaiannya maupun jawabannya. Untuk meningkatkan High Order of Thinking Skills peserta didik saat pembelajaran daring seperti ini yaitu dengan cara guru sering-sering untuk memberikan soal-soal yang membutuhkan daya nalar dan daya kritis lebih tinggi, dengan catatan guru melatihkan soal dengan memberikan materi tersebut terlebih dahulu dan soal yang mampu di jangkau dengan kualitas berpikir anak usia Sekolah Dasar. Tidak ada yang salah dengan penurunan kualitas HOTS peserta didik, karena memang banyak kendala dalam implementasinya. Namun masih perlu diperhatikan untuk pembiasaan pembelajaran berbasis HOTS karena peserta didik perlu memiliki keterampilan pembelajaran abad 21 yang dibutuhkan sebagai modal di masa mendatang.

Penulis : Nita Dwi Ayuningrum
Prodi : Pendidkan Guru Sekolah Dasar
Instansi : Universitas Muhammadiyah Purworejo