Telah kita ketahui bahwa kebijakan kurikulum di Indonesia selalu mengalami perubahan. Adanya perubahan kurikulum tentu ada alasan yang kuat sehingga kurikulum yang lama diperbaharui digantikan dengan kurikulum yang baru. Perubahan kurikulum terjadi, karena kurikulum yang sebelumnya dinilai masih banyak kekurangan.
Digantikannya kurikulum juga bertujuan untuk memacu agar para generasi muda, memiliki pengetahuan yang selalu update sesuai dengan perkembangan zaman. Sehingga pengetahuan mereka tidak terbatas dengan hanya mempelajari pengetahuan yang telah lampau. Selain hal positif yang didapat, ketika adanya perubahan sistem pendidikan atau kurikulum, namun juga terdapat sisi negatifnya, baik bagi guru maupun siswa. Bagi guru dan siswa mereka hanya menjalankan kurikulum yang telah ditetapkan.
Lebih rinci bisa disebutkan bahwa sisi positifnya guru dan siswa sama-sama bergerak menjadi aktif dan kreatif. Menciptakan metode, model dan media pembelajaran yang akan mempermudah proses pembelajarannya nanti, sesuai dengan perkembangan teknologi. Sedangkan sisi negatifnya terletak pada kesiapan antara guru dan siswa dalam menerima dan menjalankan kurikulum yang baru. Apakah kurikulum yang baru dapat diterapkan di seluruh jenjang pendidikan yang ada di Indonesia atau bahkan sebaliknya.
Alangkah baiknya jika ingin menerapkan kurikulum yang baru pemerintah terlebih dahulu telah mempersiapkannya, sehingga para guru dan siswa tidak merasa terbebani atau keteran dengan adanya kurikulum yang baru. Pemerintah juga harus melihat situasi dan kondisi pendidikan yang ada di seluruh Indonesia, apakah sarana dan prasarana telah memenuhi syarat sesuai dengan kurikulum yang akan diterapkan atau belum.
Pemerintah telah menerapkan berbagai model kurikulum pendidikan Indonesia sejak masa pasca kemerdekaan hingga saat ini. Indonesia telah tercatat menerapkan sejumlah kurikulum berbeda. Hal itu terkait dengan perkembangan zaman mulai dari masa pasca kemerdekaan hingga pembangunan. Berikut penjelasan singkat berbagai kurikulum yang sudah pernah diterapkan di Indonesia.
Pertama, Kurikulum 1947 (Rentjana Pelajaran 1947), kurikulum ini dibuat dua tahun setelah kemerdekaan Bangsa Indonesia. Pemerintah merancang sistem pembelajaran di masa revolusi dengan menekankan pada pembentukan karakter manusia merdeka, berdaulat, dan sejajar dengan bangsa lain. Kurikulum ini tidak menekankan proses berpikir, melainkan pembentukan watak kesadaran bernegera dan bermasyarakat.
Kedua, Kurikulum 1952 (Rentjana Pelajaran Terurai 1952), yakni kurikulum yang diatur topik pembahasan di setiap mata pelajaran dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Satu orang guru hanya mengajar satu mata pelajaran.
Ketiga, Kurikulum 1964 (Rentjana Pendidikan 1964), yang bertujuan membangun pengetahuan akademik dan menitikberatkan pada pembentukan moral, kecerdasan, emosional atau artistik, keterampilan, dan jasmani yang disebut Pancawardhana.
Keempat, Kurikulum 1968, yang memiliki tujuan utama untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, meningkatkan kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Sifatnya teoritis dan tidak mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
Kelima, Kurikulum 1975. Kurikulum ini mencetuskan istilah satuan pelajaran atau pelajaran setiap satuan bahasan. Namun, kurikulum ini dikritik oleh para guru karena akhirnya mereka hanya disibukkan dengan perincian dari setiap kegiatan pembelajaran.
Keenam, Kurikulum 1984, atau lebih dikenal sebagai konsep pembelajaran Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Kurikulum 1984 dibuat karena kurikulum sebelumnya dinilai lambat membangun kemajuan. Di dalam kurikulum itu juga ditambahkan mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB).
Ketujuh, Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999. Adanya kurikulum tersebut justru mendapat banyak kritikan karena pembelajaran dinilai terlalu berat dan padat.
Kedelapan, Kurikum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004 ini memiliki ciri menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individu maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar dan keragaman. Sekolah memiliki wewenang dalam menyusun dan mengembangkan komponen kurikulum sesuai kebutuhan siswa dan kondisi sekolahnya.
Kesembilan, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP 2006). Kurikulum diterapkan sejak pemberlakuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang kemudian dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 2003. Kurikulum ini hampir serupa dengan KBK 2004, pemerintah hanya menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Guru yang diberi wewenang untuk mengembangkan komponen kurikulum tersebut.
Kesepuluh, Kurikulum 2013 (K13) lebih memfokuskan pada empat aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, aspek sikap dan aspek penilaian. Yang paling tersorot pada K13 ini adalah materi pembelajaran yang dirampingkan.
Suatu negara akan maju jika memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Kurikulum berperan penting dalam menyiapkan dan menciptakan generasi muda yang cerdas, cakap, berkarakter, berakhlak, berani berinovasi dan memiliki rasa tanggung jawab. Ketika kurikulum baru dan pembaharuan bergerak ke arah yang positif dan efektif, pasti akan menciptakan pembelajaran yang mencapai tujuan nasional. Namun, setelah pembaharuan dalam perjalanan saat ini, banyak masalah yang muncul dan membutuhkan solusi serta solusi yang berbeda untuk menghadapinya. Dimana pembaharuan itu tentunya mengikuti perkembangan zaman dan teknologi yang semakin canggih. Agar peserta didik tidak tertinggal dan tetap mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi masa kini.
Baru-baru ini terdapat isu adanya kurikulum baru yang disebut dengan Kurikulum Prototipe. Kurikulum ini ada dalam masa percobaan di sekolah-sekolah yang masuk dalam program Sekolah Penggerak. Beberapa pihak yang menanggapi positif isu ini, menyatakan bahwa kurikulum baru memberi peluang yang besar bagi siswa menjadi manusia merdeka dalam mengembangkan diri dan memenuhi kebutuhan belajar mereka. Kurikulum dirancang lebih fokus dan fleksibel. Wujudnya, target kurikulum dikunci dalam rentang tahun, bukan minggu dan bulan seperti sebelumnya.
Di sisi lain beberapa pihak yang apatis mengkritik adanya kurikulum baru. Namun, berbagai kritik tersebut hanya berupa lontaran tuduhan secara emosioanl dan politis sifatnya ketimbang akademik. Yang mana tuduhan-tuduhan tersebut tidak ada uraian secara tertulis karena hanya dilontarkan pada kesempatan di beberapa webinar oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Meskipun begitu, Kemendikbudristek semestinya mendengarkan kritik tersebut karena beberapa di antara kritik tersebut cukup masuk akal dalam upaya memperbaiki kualitas pengembangan kurikulum nasional.
Adapun beberapa kritik yang dilontarkan, sebagai berikut; kurikulum baru belum memiliki naskah akademik sebagai pedoman teoritis dalam mengembangkan kurikulum. Kemudian gagasan kurikulum baru yang mengklaim memisahkan KD dari kurikulum 2013 tidak didasarkan pada teori yang valid. Dalam webinar bertajuk “Ganti Menteri Untuk Mengubah Kurikulum” (19/12) yang disiarkan di kanal Youtube Vox Populi Institute Indonesia, Prof. Salah satu kritikus, Hamid Hassan, mengatakan formula KD harus dipisahkan. Ini didasarkan pada teori taksonomi yang diajukan oleh Bloom, dan kawan-kawan pada tahun 1954.
Kritikus juga mengklaim bahwa pengembangan kurikulum baru tidak melibatkan banyak pihak. Beberapa pihak yang dikejutkan dengan masalah kurikulum baru yang muncul ke publik sejak akhir tahun 2020 lalu itu mengatakan bahwa ada masalah dengan keterbukaan dan partisipasi publik.
Kritik Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) bahwa pengembangan kurikulum perlu lebih terbuka (Jawa Pos, 27/11) juga menunjukkan bahwa organisasi guru tidak dilibatkan secara luas. Hal sederhana yang perlu dilakukan pemerintah sebenarnya adalah partisipasi terbuka dan multipartai. Pemerintah juga tidak boleh membatasi partisipasi masyarakat. Jangan khawatir tentang berbagai saran dan kepentingan, karena pada akhirnya mereka juga harus dipelajari secara ilmiah dan diputuskan berdasarkan pertimbangan ilmiah.
Perubahan kurikulum perlu dilakukan sesuai dengan perkembangan zaman. Dimana segala bidang IPTEK pun ikut berkembang. Namun, kebijakan kurikulum yang mengalami perubahan perlu ditinjau secara mendalam dan perlunya keterbukaan dalam merancang kurikulum agar tidak menjadikan suatu kendala dalam pembentukan kurikulum. (*)
Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purworejo.
Data Penulis:
- Siti Nurhalifah (202180085)
- Dwi Lestari Oktaviani
- Syifa Agnessya
- Rosita Rahmawati
- Ana Tri Lestari
- Lutfiyatul Fahmi
- Lilis Dita Prastiwi
- Ardia Rahma Putri
Dosen Pengampu : Titi Anjarini, M.Pd
Jurusan : Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu
Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Purworejo