
Kreatif dan inovasi sepertinya tak pernah ada matinya. Itulah yang dilakukan oleh Dwi Purnomo pemilik Jamur Sucen Purworejo, yang telah ditekuninya sejak tahun 2009 tersebut. Tak terasa sudah 13 tahun Jamur Sucen Purworejo mampu bertahan diterpa berbagai kondisi. Jamur Sucen Purworejo itu kini berada di Kelurahan Sucenjurutengah RT 09 RW 02, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Produksi jamur itu dijalankan dengan cara memanfaatkan limbah dari gergaji kayu dan penggilingan padi, berupa serbuk kayu albasiah serta dedak atau bekatul, yang digunakan sebagai media penumbuhan jamur. Serbuk gergaji bekerja sebagai penyedia nutrisi bagi jamur. Adapun kayu yang digunakan sebaiknya kayu yang keras karena serbuk gergaji kayu tersebut sangat mungkin dalam meningkatkan hasil panen jamur tiram.

Mengingat dari data yang ada kayu keras banyak mengandung selulosa yang dibutuhkan oleh jamur. Untuk mendapatkan serbuk kayu tersebut pembudidaya harus memperolehnya di tempat pengergajian kayu (pengepul). Sebelum digunakan sebagai media biasanya serbuk kayu harus dikompos terlebih dahulu agar dapat terurai menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga mudah dicerna oleh jamur. Proses pengomposan serbuk kayu dilakukan dengan cara menutupnya menggunakan plastik atau terpal selama satu sampai dua hari.
Sementara itu untuk Dedak bekerja sebagai substrat dan penghasil kalori untuk pertumbuhan jamur. Sebelum membeli dedak sebaiknya pastikan terlebuh dahulu bahan-bahan tersebut masih baru. Jika memakai bahan yang sudah lama dikhawatirkan akan terjadi fermentasi yang dapat berakibat pada tumbuhnya jenis jamur lain yang tidak sesuai.
Bahan tambahan dalam pembuatan media tersebut yaitu terdapat air dan kapur yang berfungsi sebagai sumber mineral maupun pengatur PH kandungan pada kapur dapat menetralisir asam yang dikeluarkan meselium jamur yang juga bisa menyebabkan PH media menjadi rendah. Bahan pembakarannya menggunakan kayu bakar dan oli bekas.
Pemanfaatan limbah dilakukan ketika banyaknya limbah yang tidak digunakan oleh pihak pertama yaitu penggergajian kayu dan penggilingan padi. Pemanfaatan tersebut memunculkan ide atau inovasi pada budidaya jamur tiram. Produksi jamur dilakukan setiap hari Senin-Jumat di jam operasional pukul 07.00 – 13.00.
Pada produksi jamur tiram ini memerlukan beberapa langkah yaitu sebagai berikut :
- Menyiapkan media berupa: serbuk kayu, dedak, kapur, air diaduk dengan molen (mesin pengaduk). Pada tahap ini dinamakan pengadukan, pengadukan dilakukan dengan mencampurkan semua bahan diatas dengan alat molen (mesin pengaduk). Penyampuran media dengan takaran serbuk kayu lebih banyak sekitar 70-80%, dedak sebanyak 10-15%, kapur secukupnya 2-3%, dan air 50%. Hasil bahan yang sudah dicampur tersebut dimasukan dalam mesin pengepresan.
- Pengepresan/pengemasan/pembuatan media, dan dimasukkan ke plastik. Pada tahap ini bahan dimasukan dalam plastik kemudian dipadatkan hingga berbentuk seperti botol (baglog). selanjutnya pada bagian atas diberi tutup dan ring pada media tersebut untuk tempat penumbuhan jamur tersebut. Setelah dimasukan ke dalam plastik, dilakukan strerilisasi.
- Sterilisasi: setelah baglog siap, proses sterilisasi dapat dilakukan, yakni dengan cara dikukus memanfaatkan limbah kayu bakar bekas dan oli bekas yang sudah tidak digunakan. Tahap ini dilakukan selama 4-5 jam agar bakteri yang dihasilkan hanya jamur tiram itu saja. selanjutnya wadah pengukus dibuka dan didiamkan selama 1 hari agar suhu baglog kembali normal. proses sterilisasi agar jamur lain tidak tumbuh dan menghasilkan jamur yang diinginkan kemudian Inokulasi (pemberian bibit). Selanjutnya, tahap yang dilakukan yaitu inkubasi.
- Inkubasi (tumbuhnya merambat) yang akan dimasukkan ke ruang pemeraman dengan suhu lembab, cahaya tidak terlalu terang, dan sirkulasi udara yang baik. baglog didiamkan beberapa hari agar tumbuhnya meselium yang ditandai dengan banyaknya warna putih pada media tersebut. Agar tumbuh miselium itu dengan dimasukkannya biji/bibit ke media kemudian 2-3 hari akan muncul miseliumnya kemudian merambat selama 40-60 hari. Bila miselium telah memenuhi baglog, pertanda baglog sudah siap dipindahkan kerumah kumbung untuk dibudidayakan hingga proses pemanenan. Namun, bila dalam 60 hari dari masa inkubasi baglog tidak ditumbuhi miselium, berarti proses inokulasi (pemberian bibit) yang dilakukan tidak berhasil.
- Apabila media sudah berubah menjadi warna putih semua maka media sudah siap dipindahkan ke rumah jamur agar tumbuhnya jamur tiram tersebut. Di rumah jamur tersebut media akan dapat dipanen selama 3 minggu sekali. Media dapat ditumbuhkan sampai nutrisi didalammya habis dalam kurun waktu 4-6 bulan.
Pada langkah penanaman jamur sendiri langkah awal yakni dari spora kemudian diinkubasikan media yang mana menggunakannya biji-bijian (nama medianya yaitu baglog). Penanaman jamur juga banyak kelemahannya yaitu apabila media sudah diserang oleh hama atau serangga lain maka media tersebut gagal untuk menumbuhkan jamur. Sehingga membutuhkan insektisida dosis rendah untuk membasmi hama yang menyerang.
Selain itu cuaca kemarau panjang berpengaruh pada pertumbuhannya jamur tiram di dataran rendah, dikarenakan kelembapan suhu yang menurun dan kekurangan ketersediaan air yang cukup rendah. Petani jamur bisa mendapat tantangan dan kesulitan dalam mengatasi masalah ini karena harus memenuhi kebutuhan pelanggan yang sudah menjadi rutinitas yang wajib dipenuhi pelanggan. Media yang sudah tidak terpakai akan dimanfaatkan kembali sebagai budidaya cacing tanah. Sehingga pemanfaatan limbah tidak berhenti di budidaya jamur saja tetapi masih dimanfaatkan kembali oleh peternak cacing tesebut. (*)
Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekoah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purworejo.
Dosen Pengampu : Nur Ngazizah, S.Si, M.Pd.
Anggota Kelompok :
- Alsa Firman Pradana (192180039)
- Esti Widi Nugrahaini (192180042)
- Dwi Ayu Saraswati (192180044)
- Rr Friska Puspitha Arum (192180047)
- Ma’mun Rosyid (192180066)
- Lilis Laras Sari (192180049)
- Okti Anggraeni (192180036)