Bullying adalah tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya (Sejiwa, 2008). Anak yang menjadi korban bullying lebih berisiko mengalami berbagai masalah kesehatan, baik secara fisik maupun mental. Adapun masalah yang lebih mungkin diderita anak-anak yang menjadi korban bullying, antara lain munculnya berbagai masalah mental seperti depresi, kegelisahan dan masalah tidur yang mungkin akan terbawa hingga dewasa, keluhan kesehatan fisik, seperti sakit kepala, sakit perut dan ketegangan otot, rasa tidak aman saat berada di lingkungan sekolah, dan penurunan semangat belajar dan prestasi akademis.
Dalam kasus yang cukup langka, anak-anak korban bullying mungkin akan menunjukkan sifat kekerasan. Bullying di lingkungan sekolah dasar merupakan permasalahan serius yang dapat berdampak besar terhadap kesejahteraan siswa. Sekolah Dasar X di Manokwari, Papua Barat, tidak terkecuali dari tantangan ini. Fenomena bullying tidak hanya memengaruhi korban secara langsung, tetapi juga merusak iklim belajar yang aman dan mendukung bagi seluruh komunitas sekolah. Analisis kejadian bullying menjadi penting untuk memahami dinamika yang terlibat, serta faktor-faktor pemicu yang memperburuk situasi tersebut. Melalui pemahaman mendalam terhadap konteks lokal, kita dapat mengidentifikasi langkah-langkah preventif dan interventif yang spesifik untuk meningkatkan keamanan dan kesejahteraan siswa di Sekolah Dasar X.
Penelitian tentang bullying di Sekolah Dasar X Manokwari mengungkapkan kondisi yang memerlukan perhatian serius. Ditemukan bahwa kejadian bullying cukup sering, terutama dalam bentuk verbal, dengan frekuensi yang tinggi. Faktor pemicu melibatkan kompleksitas aspek sosial, ekonomi, dan budaya, menyulitkan identifikasi akar penyebab. Dampaknya terhadap kesejahteraan siswa mencakup penurunan motivasi belajar dan masalah kesehatan mental, dengan perbedaan dampak antara jenis bullying.
Implementasi kebijakan anti-bullying di sekolah belum optimal, terkendala oleh kurangnya pemahaman dan sumber daya. Integrasi temuan menunjukkan hubungan yang kompleks antara kejadian, faktor pemicu, dampak, dan implementasi kebijakan. Rekomendasi tindakan mencakup perbaikan implementasi kebijakan, penguatan pendidikan, dukungan psikososial, dan partisipasi aktif komunitas untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman. Analisis ini menyoroti perlunya langkah-langkah konkret untuk meningkatkan kesadaran, mencegah, dan menanggapi bullying di Sekolah Dasar X Manokwari, Papua Barat.
Frekuensi tinggi kejadian bullying, terutama dalam bentuk verbal, menjadi sinyal alarm terhadap keadaan lingkungan sekolah. Hal ini menciptakan kebutuhan mendesak untuk mengatasi masalah ini agar kesejahteraan siswa dapat dijaga dengan lebih baik. Kompleksitas faktor pemicu mencerminkan kerumitan akar permasalahan. Penulis mengartikan bahwa pendekatan yang holistik dan multidimensional diperlukan untuk merumuskan solusi yang efektif, mengingat peran beragam aspek sosial, ekonomi, dan budaya.
Dampak serius, seperti penurunan motivasi belajar dan masalah kesehatan mental, diartikan sebagai konsekuensi yang merugikan bagi perkembangan akademis dan kesejahteraan psikologis siswa. Ini menegaskan pentingnya penanganan serius terhadap bullying.Kesenjangan antara niat kebijakan anti-bullying dan kenyataan implementasinya menciptakan pemahaman bahwa perbaikan substansial diperlukan. Penulis memahami bahwa pembenahan dalam pemahaman dan alokasi sumber daya adalah langkah kritis.Hubungan yang kompleks antara berbagai aspek menandakan bahwa solusi bukanlah upaya yang bersifat sektoral. Penulis mengartikan bahwa solusi yang efektif memerlukan kerjasama antarstakeholder dan pendekatan yang menyeluruh.
Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa guru-guru SD yang diteliti pada prinsipnya sudah berperan sebagai pembimbing, walaupun masih pada tahap awal. Namun potensi tersebut dapat dikembangkan sehingga cita-cita untuk membentuk peran guru sebagai pembimbing akan tercapai. Hal ini terbukti bahwa ketiga aspek yang diteliti, yaitu interaksi guru-murid melakukan bimbingan, ternyata sudah tampak nuansa membimbingnya.
Dari kesimpulan yang dikemukakan di atas, maka peneliti ingin memberikan kesimpulan sebagai berikut: Kepada kepala sekolah agar diusahakan program guru berperan sebagai pembimbing, terutama di SD, mengingat langkanya guru pembimbing khusus dari Jurusan BK Mengingat potensi membimbing sangat berarti (signifikan) pada guru-guru yang diteliti, maka sudah selayaknya kepala sekolah dan guru berupaya berkonsultasi dengan para pakar bimbingan dan konseling untuk peningkatan peran guru sebagai pembimbing melalui pelatihan-pelatihan BK. (*)
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar STKIP Muhammadiyah Manokwari
Nama Kelompok Mahasiswa STKIP Muhammadiyah Manokwari :
- Ester Dakosta Manalu : 143278620622016
- Safira Firdausi Manilet :143278620622056
- Andri Pagiling : 143278620622005
- Melda Ainusi : 143278620622038
- Siti Khoirun Nisa’ : 143278620622057
- Yemima BR Tarigan : 143278620622064
- Desi Nataliaa Idorwy : 143278620622104
- Gusdur Sirait : 143278620622023