
Proses penumbukan biji melinjo dengan palu genggam di atas lempengan batu. (Wid)
Grabag | bagelenchannel.com – Emping melinjo di wilayah selatan Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, dikenal sebagai makanan ringan yang biasa disajikan saat menjamu tamu di acara-acara penting keluarga, rapat, hajatan maupun di hari-hari penting seperti Hari Raya Idul Fitri. Kurang puas rasanya jika jenis makanan ringan itu belum tersaji dalam acara-acara penting tadi. Sehingga emping melinjo seakan wajib untuk disajikan.
Namun siapa sangka dalam pembutannya membutuhkan keahlian dan pengalaman tersendiri agar memiliki cita rasa yang enak, gurih dan sangat khas saat dinikmati. Salah satu sentra pembuatan emping melinjo berada di Desa Dudu Kulon, Kecamatan Grabag, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Di desa ini banyak terdapat warga masyarakatnya yang menjual jasa sebagai pengrajin emping melinjo. Salah satunya adalah Suto Utomo (60), warga RT 01/ RW 01 Desa Dudu Kulon itu, telah lama menggeluti profesi sebagai pengrajin emping melinjo, yakni sejak tahun 1984 silam atau sekitar 34 tahun.
Dalam seharinya Suto Utomo hanya mampu mengolah sekitar 15 kilogram biji melinjo per harinya. Mengingat dalam setiap pengerjaannya, Suto Utomo masih menggunakan cara manual. Ia mengungkapkan bahwa dirinya hanya menjual jasa membuatkan emping melinjo, sedangkan bahan baku biasanya pelanggan membawa sendiri melinjo mentah dari rumah mereka. Biasanya pelanggan membawa bahan baku berupa melinjo mentah antara 5-10 kilogram.
“Saya hanya mematok tarif jasa sebesar Rp 8 ribu untuk setiap kilogramnya. Tarif tersebut jika pelanggan hanya menghendaki emping melinjo hingga dikeringkan. Namun saya akan menarik ongkos tambahan jika pelanggan menghendaki pemesanan emping melinjo hingga digoreng, yakni Rp 15 ribu untuk setiap kilogramnya,” katanya.
Dalam membuat emping melinjo Suto Utomo dibantu oleh anak dan istrinya, mulai dari subuh hingga menjelang sore hari. Sebelum menjadi emping, biji melinjo terlebih dahulu disangrai dan dikupas kulitnya. Setelah itu ditumbuk hingga pipih dengan palu genggam dari besi di atas alas lempengan batu, kemudian dijemur hingga kering.

Suto Utomo membeberkan bahwa rasa enak dan khas itu muncul jika biji melinjo ditumbuk saat masih dalam kondisi panas agar bisa pipih dan jadinya lebih bagus. Ia juga mengatakan, selain dari rasanya, dari bentuknya juga memiliki ciri khas tersendiri, yakni satu biji melinjo ditumbuk menjadi satu emping. Sehingga sedikit berbeda dengan emping daerah lain yang dibuat dari beberapa melinjo sekaligus, seperti yang lazim ditemui di pasaran.
Menurut penuturan salah seorang pelanggan bernama Sri Endang (52), mengaku lebih memilih memesan langsung daripada membeli di toko.
“Selain lebih murah, rasanya juga lebih alami, enak dan gurih terasa biji melinjonya,” tukasnya.
(Widarto)