
Sumirah pedagang nasi penek di depan Pasar Jenar dikerubuti oleh pelanggannya (wid)
Purwodadi | bagelenchannel.com – Pasar Ramadhan Jenar yang terletak di Jalan Panembahan Senopati atau tepatnya berada di depan Pasar Tradisional Jenar Wetan, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, setiap hari tampak ramai dikunjungi orang. Utamanya saat sore hari menjelang berbuka puasa seperti tak ada putusnya pembeli yang datang ke sana.
Berbagai jenis makanan takjil dan makanan berat dijajakan di sana, pokoknya komplit-plit. Mulai dari cendol, cincau, sop buah, dawet, kolak, kopyor, burbur, pepes ikan, sate, soto, mie ayam, nasi penek, geblek, sengkulun, cenil, lotek, kupat tahu, bakso, es kelapa muda dan lain sebagainya. Tinggal pilih sesuai selera dan sesuai dengan kondisi kanthong kita.
Salah satu jenis kuliner khas Kabupaten Purworejo, yang mampu menjadi daya tarik tersendiri bagi ratusan orang tadi adalah keberadaan nasi penek. Jenis kuliner nasi penek menjadi makanan yang paling banyak diminati oleh para pembeli. Buktinya setiap mulai buka pedagang nasi penek selalu dikerubuti oleh para pelanggannya.

Nasi penek tampaknya hanya ada di Kabupaten Purworejo, tepatnya di wilayah Purworejo bagian selatan, yakni Kecamatan Bagelen dan Kecamatan Purwodadi. Kuliner nasi penek ini di daerah asalnya disebut juga sebagai sego penek. Kuliner khas Purworejo ini termasuk dalam kuliner yang masih sangat tradisional.
Nasi penek merupakan masakan kombinasi antara nasi pandan wangi, sayur lodeh nangka dan opor daging maupun jeroan ayam. Daging ayamnya harus ayam kampung, bukan ayam pedaging (negeri). Meski tampak biasa namun nasi penek memiliki cita rasa tinggi sehingga rasanya membuat ketagihan bagi para penggemarnya.
Santannya yang sangat kenthal, dagingnya yang empuk membuat nafsu makan kita tak tertahankan. Nasi penek paling nikmat dinikmati jika masih dalam keadaan hangat dan sayur lodeh nangkanya pedas. Selain memakai lauk daging ayam kampung para pembeli juga bisa memilih jenis lauk lainnya seperti tahu, tempe, maupun telur bacem.
Selain bumbunya menggunakan bumbu tradisional seperti jahe, lengkuas, kemiri, daun salam, bawang dan garam, namun ada yang membedakan dengan kuliner lain. Nasi penek ternyata dimasak dengan cara tradisional, yakni dimasak di atas luweng atau tungku dan menggunakan kayu bakar, sehingga memiliki aroma khas. Nasi penek tentu aman dikonsumsi karena memakai bumbu alami, tanpa pengawet dan penyedap rasa.
Tak ada yang tahu secara pasti kapan nasi penek ini pertama kali menjadi kuliner favorit. Akan tetapi kuliner ini sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda. Konon nasi penek dulu menjadi menu utama untuk asupan gizi bagi para pejuang dan tentara republik yang berjuang melawan penjajah di wilayah Kabupaten Purworejo bagian selatan.
Salah satu pedagang nasi penek bernama Sumirah (60), asal Dusun Ngandul, Desa Jenar Wetan, Kecamatan Purwodadi itu, juga mengaku tidak tahu mengapa nasi tersebut diberi nama nasi penek.
“Ya dari dulu namanya memang sego penek, nggak tahu siapa yang pertama kali memberi nama itu, sudah turun temurun dari nenek moyang. Yang bikin enak ya ini siraman kuah kentalnya,” katanya.
Pedagang yang sudah 30 tahun menjajakan kuliner khas itu selalu ramai diserbu pelanggan setiap sore menjelang berbuka puasa. Ia sendiri mulai buka lapak sekitar pukul 15.00 WIB.
Dari cerita yang ada secara turun temurun, nasi penek dibuat pertama kali oleh seorang wanita asal Dusun Ngandul, Desa Jenar Wetan, Kecamatan Purwodadi. Konon, nasi penek yang paling enak adalah buatan wanita Ngandul atau keturunannya.

Kuliner ini tergolong langka, sebab pedagangnya hanya ada di Pasar Krendetan, Pasar Purwodadi, Pasar Jenar dan Pasar Ngombol. Jumlah pedagangnya juga sangat sedikit, tak lebih dari 5 pedagang. Dari segi harganya cukup terjangkau, mulai dari Rp 5 ribu – Rp 20 ribu tergantung memilih lauk pauknya.
Sementara itu, Fifi (36) salah satu pembeli yang sedari tadi ikut mengantre mengaku ketagihan dengan sego penek masakan bu Sumirah. Hampir setiap sore, ia selalu berjubel dengan pembeli lain untuk membawa pulang makanan khas lezat itu.
“Iya ini beli nasi penek. Sering mas ke sini, hampir tiap sore sambil jalan-jalan. Rasanya enak, gurih pedes manis, harganya juga murah. Kalau daerah sini memang kuliner khasnya ini,” katanya.
Hal serupa juga dirasakan oleh pelanggan lainnya bernama Yuni (35), hampir setiap sore ia membeli nasi penek, karena hampir seluruh anggota keluarganya sangat suka makan nasi penek. Salah satu yang disukainya, selain enak rasanya, nasi penek dibuat sangat tradisional tanpa menggunakan penyedap rasa.
“Dari dulu tanpa pengawet dan penyedap, kekuatan rasa sepertinya muncul dari penggunaan aneka bumbu,” tuturnya.
(Widarto/Eko Mulyanto)