
Pendidikan berbasis listerasi sains di Indonesia sangatlah rendah, hal ini di buktikan dalam Penilaian PISA (Programme for International Students Assessment) pada 2006-2019 dan beberapa kajian pada periode itu telah menemukan bahwa pembelajaran di Indonesia secara umum tidak dapat membimbing pelajar secara optimal untuk mencapai literasi saintifik. Padahal literasi saintifik sangat penting untuk pelajar. Literasi saintifik memiliki peranan yang dapat membuat kepribadian peserta didik meningkat dalam memecahkan suatu persolan dan sebagainya. Pengertian dari Literasi Sains adalah pengetahuan dan kecakapan ilmiah untuk mampu mengidentifikasi pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah, serta mengambil simpulan berdasarkan fakta, memahami karakteristik sains, kesadaran bagaimana sains dan teknologi membentuk lingkungan alam, intelektual, dan budaya, serta kemauan untuk terlibat dan peduli terhadap isu-isu yang terkait sains (OECD, 2016). Namun sebagian besar pendidikan di Indonesia belum maksimal dalam penerapan Literasi Sains yang dimana sebagian besar siswa di Indonesia terkadang kurang mengapreasiasi dan kurang bersemangat dalam pengetahuan ilmiah.
Hal ini lah yang membuat para guru harus bekerja ekstra untuk meningkatkan pembelajaran literasi sains untuk peserta didik. Dalam peningkatan literasi sains seorang guru harus memperhatikan langkah-langkah pembelajaran literasi sains yang diadopsi dan diadaptasi dari proyek Chemie im Context atau ChiK (Nentwig et al., 2002) yang disesuaikan dengan kriteria pembelajaran berbasis literasi sains Holbrook (1998) dengan urutan sebagai berikut:
a. Tahap Kontak (Contact Phase)
Pada tahap ini dikemukakan isu-isu atau masalah-masalah dari berbagai peristiwa yang terjadi di sekitar siswa yang dapat bersumber dari berita, atau pengalaman siswa sendiri. Kemudian topik tersebut dikaitkan dengan materi yang akan dipelajari.
b. Tahap Kuriositi (Curiosity Phase)
Pada tahap ini dikemukakan permasalahan berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan suatu isu-isu atau permasalahan yang dapat mengundang rasa penasaran dan keingintahuan siswa, sehingga siswa memerlukan pengetahuan dari materi yang akan dipelajari.
c. Tahap Elaborasi (Elaboration Phase)
Pada tahap ini dilakukan eksplorasi, pembentukan dan pemantapan konsep sampai pertanyaan pada tahap kuriositi dapat terjawab. Eksplorasi, pembentukan dan pemantapan konsep tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya ceramah bermakna, diskusi dan kegiatan praktikum, atau gabungan dari ketiganya.
d. Tahap Pengambilan Keputusan (Decision Making Phase)
Pada tahap ini dilakukan pengambilan keputusan bersama dari permasalahan yang dimunculkan pada tahap kuriositi. Dengan begini, penyelesaian dan permasalhan yang muncul tersebut jelas dan benar-benar dapat dipahami oleh siswa tanpa ada keraguan.
e. Tahap Nexus (Nexus Phase)
Pada tahap ini dilakukan proses pengambilan intisari (konsep dasar) dan materi yang dipelajari, kemudian mengaplikasikannya pada konteks yang lain (dekontekstualsasi), artinya masalah yang sama diberikan dalam konteks yang berbeda dimana memerlukan konsep pengetahuan yang sama untuk pemecahannya (Nentwig et al,. 2002). Tahap ini dilakukan agar pengetahuan yang diperoleh lebih aplikatif dan bermakna, tidak hanya di dalam konteks pembelajaran tetapi juga di luar konteks pembelajaran.
f. Tahap Penilaian (Assesment Phase)
Pada tahap ini dilakukan penilaian pembelajaran secara keseluruhan yang berguna untuk menilai keberhasilan belajar siswa. Penilaian dilakukan bukan hanya untuk menilai aspek pengetahuan atau konten saja, tetapi juga aspek proses, aspek konteks aplikasi, dan aspek sikap sains.
Model-model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan literasi sains, yaitu dapat menggunakan metode pembelajaran Inquiry Based Learning (IBL). Inquiry Base Learning (IBL) adalah model pembelajaran yang mengacu pada suatu cara untuk mempertanyakan, mencari pengetahuan (informasi), atau mempelajari suatu gejala. Langkah-langkah dari pembelajaran IBL yaitu terdiri dari
a. Orientasi
Dalam tahap ini guru mengajak siswa untuk berfikir memecahkan suatu masalah.
b. Merumuskan Masalah
Pada tahap ini siswa di dorong untuk mencari teka-teki suatu permasalahn atau merumuskan suatu masalah yang di hadapi.
c. Merumuskan Hipotesis
Pada tahap ini siswa di dorong untuk berfikir logis untuk menemukan jawaban atau dugaan sementara dalam suatu permasalahan yang dihadapi.
d. Mengumpulkan Data
Pada tahap ini siswa di dorong untuk dapat mengumpulkan suatu data dari permasalahan yang dihadapi.
e. Menguji Hipotesis
Pada tahap ini siswa diajak untuk berfikir rasional dalam menentukan jawaban dari permasalahan yang dihadapi.
f. Merumuskan Kesimpulan
Pada tahap ini siswa didorong untuk merumuskan suatu kesimpulan berdasarkan hasil pengujian atau hipotesis. Dengan model pembelajaran Inquiry Based Learning (IBL), diharapkan mampu membantu para pengajar dalam meningkatkan proses pembelajaran berbasis Literasi Sains di Indonesia, dan mampu membangun semangat siswa dalam belajar pengetahuan ilmiah dan sebagainya.
Oleh : Retno Febriyanti
Universitas Muhammadiyah Purworejo