Penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), yang dilaksanakan oleh pemerintah sejak awal Juli tahun 2021 lalu menimbulkan banyak pro dan kontra di tengah masyarakat. Mereka menilai ada yang merasa dirugikan, namun ada juga yang diuntungkan.
Secara obyektif Penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sebenarnya memiliki dua dampak sekaligus yang dirasakan oleh warga masyarakat, yakni dampak positif maupun dampak negatif.
Dilihat dari sisi dampak positifnya adalah mampu menekan angka penyebaran Covid-19, bahkan angka penurunannya cukup signifikan bisa melampaui angka penurunan yang dicetak oleh beberapa negara tetangga, seperti Malaysia maupun Singapura.
Meski demikian selama penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) utamanya untuk daerah yang masuk kategori level 4 juga menimbulkan dampak negatif utamanya bagi para pelaku usaha seperti Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), yang terus menerus diperpanjang hingga saat ini, banyak warga masyarakat yang mengaku merugi karena usahanya menjadi semakin sepi pembeli. Akan tetapi tak sedikit pula yang mampu bertahan dan berkembang setelah mencoba beradaptasi dengan berbagai cara, inovasi dan kreasi dalam menjalankan usahanya.
Mungkin beberapa pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang ikut merasakan dampak dari penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) adalah di bidang usaha sablon kaos yang ada di daerah Yogyakarta.
Mungkin awalnya semua ikut terdampak, namun seiring dengan berjalannya waktu beberapa diantaranya bisa mulai beradaptasi dan mulai bangkit sehingga saat ini telah menunjukkan adanya peningkatan omset penjualan.
Salah satu pelaku usaha yang ikut merasakan dampak adalah Joko Saputro (25), seorang pengusaha Sablon Kaos yang tinggal di Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta.
Pengusaha yang telah 4 tahun malang melintang di dunia usaha Sablon Kaos tersebut mengungkapkan bahwa di awal-awal penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), usahanya mengalami penurunan omset yang cukup signifikan, jauh di bawah rata-rata omset sebelum terjadi Pandemi Covid-19.
Belum lagi ditambah dengan naiknya bahan baku yang dibutuhkan seperti kain, cat, dan beberapa bahan pendukung lainnya. Hal itu benar-benar memperparah kondisi usahanya yang semakin tidak menentu.
Di sinilah ujian mulai mendera usaha yang menjadi sandaran sumber mata pencaharian Joko Saputro untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dirinya beserta keluarganya itu. Ia mulai berpikir keras mencari cara agar usahanya tetap bisa bertahan dan syukur-syukur bisa tetap berkembang maju.
Lantas ia mulai berinovasi dengan terus berupaya mencari ide-ide terbaru guna terus bertahan dalam kondisi yang serba sulit tersebut. Salah satunya adalah mencari terobosan baru dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada utamanya dalam memasarkan Sablon Kaos hasil produksinya itu secara online.
Seperti menggunakan jejaring sosial sebagai sarana promosi usahanya, baik melalui Facebook, Instagram, maupun WhatsApp. Al hasil upaya tadi tidak sia-sia, karena mampu mendongkrak pemesanan Sablon Kaos miliknya. Tak mengherankan jika usaha Sablon Kaos yang dijalani oleh Joko Saputro kini mulai mengalami peningkatan, meski belum bisa menyamai dengan omset penjualan di masa sebelum penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Lantas Joko Saputro berpendapat bahwa di masa Pandemi Covid-19 ini, dalam menjalankan usaha dibutuhkan daya juang tinggi, tidak gampang menyerah, kreatif dan inovatif. Tak lupa memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menjalankan usaha.
Di sisi lain Joko Saputro berharap Pandemi Covid-19 ini bisa segera berakhir sehingga penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) juga bisa diperlonggar atau bahkan tidak diberlakukan lagi. Ke depan semoga usaha Sablon Kaosnya bisa stabil dan terus berkembang. (*)
Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Management Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta.