
Pandemi Covid-19 jika diibaratkan sebuah badai merupakan badai yang sangat dasyat hingga mampu memporak porandakan hampir semua sektor baik itu sektor kesehatan, ekonomi, tradisi budaya, hiburan, politik, pariwisata, hingga pendidikan. Berbicara mengenai dampak yang ditimbulkan di bidang pendidikan, banyak pihak menilai adanya degradasi atau penurunan mutu pendidikan di Indonesia.
Salah satu pemicunya adalah diberlakukannya kegiatan belajar mengajar secara online atau daring, yakni belajar di rumah dengan menggunakan media handphone atau laptop, dengan bantuan akses internet. Sehingga cukup menghambat pembelajaran secara dua arah, atau bisa dikatakan tidak berjalan kondusif.
Dikatakan demikian karena saat siswa tidak dapat memahami materi dengan jelas, maka tidak ada yang mampu menjelaskan secara langsung. Mengingat ada beberapa hal atau materi yang cukup sulit dijelaskan hanya secara online. Sebab ada keterbatasan-keterbatasan tertentu belajar secara online, sehingga terkadang diperlukan tatap muka secara langsung.
Salah satu penurunan tersebut sangat dirasakan pada siswa Sekolah Dasar (SD). Dimana para siswa usia SD, utamanya di pedesaan masih tergolong asing dalam menggunakan handphone maupun laptop untuk kegiatan belajar mengajar secara online. Disamping itu para siswa SD juga masih jarang yang memiliki handphone maupun laptop. Mereka juga masih kesulitan dalam mengoperasionalkan handphone maupun laptop secara benar. Dilihat dari usianya mereka juga masih sangat membutuhkan sosialisasi dan daya interaktif yang cukup tinggi.
Permasalahan lain juga timbul saat para siswa SD belajar di rumah masing-masing, banyak dari mereka yang merasa bosan dan tidak dapat mengerti pembahasan materi yang diberikan oleh guru selama dalam bimbingan orang tua. Lebih parahnya lagi banyak dari para orang tua yang berkeluh kesah karena tidak paham dengan materi pembelajaran SD. Orang tua mengharapkan agar segera diselenggarakan pembelajaran tatap muka.
Fakta lain dalam penggunaan handphone maupun laptop sebagai sarana pembelajaran secara online atau daring juga perlu pengawasan ketat orang tua. Mengingat anak-anak belum mampu mandiri, sehingga dikhawatirkan banyak penyimpangan yang terjadi. Misalkan alasan belajar ternyata dipakai untuk main game online maupun menonton video yang tak ada kaitannya dengan pembelajaran yang sedang berlangsung.
Harapan agar bisa dilakukan pembelajaran tatap muka, tumbuh manakala Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nadiem Anwar Makarim dalam berita berbagai media massa memberikan sinyal akan dilakukan pembelajaran tatap muka terbatas, dengan catatan pembelajaran dilakukan secara bergantian berjumlah 50 persen dari jumlah seluruh siswa, harus menjalankan protokol kesehatan yang sangat ketat.
Kabar itu terang saja mendapat respon positif dari warga masyarakat. Sehingga diharapkan pembelajaran bisa lebih optimal dan mampu menyelesaikan berbagai permasalahan maupun hambatan yang harus dihadapi selama pembelajaran secara online atau daring berlangsung. Para siswa akan kembali mendapatkan bimbingan langsung secara tatap muka. (*)

Oleh : Dwi Septiana
Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru SD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purworejo.