
Oleh: Himatul Mutofi’at
RPL PGSD 2024
Pendidikan di Indonesia telah lama menjadi perhatian utama bagi pemerintah, tenaga pendidik, dan masyarakat. Salah satu faktor penting dalam dunia pendidikan adalah kurikulum, yang menjadi acuan dalam menentukan tujuan, materi ajar, serta metode pembelajaran. Sayangnya, di Indonesia kurikulum cenderung mengalami perubahan yang cukup sering, yang menimbulkan berbagai dampak bagi pelaksanaan pendidikan. Pertanyaan yang muncul adalah, mengapa kurikulum di Indonesia terus berubah, dan apa dampak dari perubahan tersebut terhadap kualitas pendidikan?
Sejarah pergantian kurikulum di Indonesia bisa dilihat dari masa ke masa. Sejak kemerdekaan, Indonesia telah mengadopsi berbagai kurikulum dengan tujuan untuk menyesuaikan diri dengan dinamika sosial, politik, dan ekonomi yang berkembang. Mulai dari kurikulum 1947, 1964, hingga kurikulum 1975 yang lebih fokus pada pengajaran mata pelajaran akademik, setiap perubahan dirancang untuk menjawab kebutuhan zaman.
Pada akhir 1990-an, Indonesia memperkenalkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang menekankan pada kompetensi siswa dalam kehidupan nyata. Kemudian, pada tahun 2006, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diperkenalkan, yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan lokal.
Namun, perubahan yang paling signifikan dan kontroversial terjadi pada tahun 2013, ketika pemerintah memperkenalkan Kurikulum 2013 (K13). Kurikulum ini membawa pendekatan yang lebih holistik dengan menekankan pada pengembangan karakter, kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kurikulum ini juga dirancang untuk mendekatkan pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari siswa. Meski diharapkan dapat menjawab tantangan pendidikan global, pelaksanaannya di lapangan masih menghadapi banyak kendala.
Puncaknya, pada tahun 2020, Indonesia kembali menggulirkan perubahan kurikulum dengan Kurikulum Merdeka. Kurikulum ini lebih fleksibel dan memberikan kebebasan kepada sekolah untuk menentukan bahan ajar serta pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dan kebutuhan lokal. Kurikulum Merdeka juga berfokus pada pengembangan kompetensi dasar, keterampilan abad 21, dan karakter siswa yang lebih humanis.
Lantas apa yang menjadi penyebab seringnya pergantian kurikulum? Setidaknya ada beberapa alasan mengapa kurikulum pendidikan di Indonesia sering mengalami perubahan; pertama, perkembangan sosial, teknologi, dan globalisasi dunia yang semakin terhubung membuat tuntutan terhadap keterampilan siswa menjadi lebih kompleks. Kemajuan teknologi dan informasi, serta dinamika global, menuntut perubahan dalam cara kita mendidik generasi muda. Kurikulum yang tidak adaptif terhadap perkembangan ini dapat menghambat kesiapan siswa dalam menghadapi tantangan masa depan.
Kedua, adalah Perubahan Paradigma Pendidikan. Seiring dengan perkembangan teori pendidikan dan pemahaman tentang cara terbaik untuk mengembangkan potensi siswa, banyak negara, termasuk Indonesia, mulai berfokus pada pendidikan yang lebih berbasis pada kompetensi dan pengembangan karakter. Perubahan ini tentu mempengaruhi struktur kurikulum yang ada.
Ketiga, evaluasi dan keterbatasan implementasi kurikulum sebelumnya.
Setiap kurikulum yang diterapkan sering kali diikuti oleh evaluasi terhadap efektivitasnya. Meskipun suatu kurikulum dirancang dengan baik, terkadang implementasi di lapangan menemui banyak kendala, seperti ketidaksiapan guru, keterbatasan fasilitas, atau perbedaan kebutuhan antar daerah. Oleh karena itu, perubahan kurikulum bisa dianggap sebagai respons terhadap tantangan-tantangan ini.
Keempat, adalah kebutuhan untuk mengatasi ketimpangan pendidikan. Salah satu alasan pergantian kurikulum yang sering adalah untuk mencoba mengatasi kesenjangan dalam kualitas pendidikan antar daerah. Kurikulum yang lebih fleksibel, seperti Kurikulum Merdeka, diharapkan dapat memberikan ruang lebih untuk sekolah-sekolah di daerah dengan sumber daya terbatas untuk berinovasi dan menyesuaikan pembelajaran dengan kebutuhan lokal.
Kemudian apa dampak pergantian kurikulum yang terlalu cepat? Pergantian kurikulum yang cepat dan tidak terencana dengan baik dapat memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap kualitas pendidikan di Indonesia, antara lain; pertama, kebingungan bagi guru dan siswa. Perubahan kurikulum yang terlalu sering dapat membingungkan para guru yang harus menyesuaikan diri dengan metode dan materi ajar yang baru. Guru membutuhkan waktu dan pelatihan yang memadai untuk memahami dan mengimplementasikan kurikulum dengan efektif. Siswapun bisa merasa kebingungan dengan pendekatan pembelajaran yang sering berubah.
Kedua, ketidakstabilan dalam sistem pendidikan. Setiap perubahan kurikulum membutuhkan penyesuaian dalam berbagai aspek, mulai dari pengembangan bahan ajar, pelatihan guru, hingga perubahan evaluasi. Ketika perubahan kurikulum terjadi terlalu sering, sistem pendidikan dapat menjadi tidak stabil, dan fokus pada pembelajaran yang berkualitas bisa terganggu.
Ketiga, kesulitan dalam penyediaan sumber daya. Pergantian kurikulum biasanya memerlukan perubahan dalam hal bahan ajar dan fasilitas yang digunakan. Hal ini seringkali membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan dapat menjadi beban bagi pemerintah dan sekolah, terutama di daerah-daerah yang kurang berkembang.
Meski pergantian kurikulum yang sering ini menghadirkan tantangan besar, di sisi lain, hal ini juga mencerminkan adanya upaya untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan. Namun, untuk mengurangi dampak negatif dari perubahan yang terlalu cepat, ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan.
Pertama, diperlukan perencanaan dan sosialisasi yang matang. Setiap perubahan kurikulum harus direncanakan dengan matang dan disosialisasikan dengan baik kepada semua pemangku kepentingan, terutama para guru dan kepala sekolah. Proses transisi yang terorganisir akan meminimalkan kebingungan dan memfasilitasi penerapan kurikulum dengan lebih efektif.
Kedua, pendidikan dan pelatihan guru yang berkelanjutan. Agar kurikulum baru dapat diterapkan dengan sukses, pelatihan guru harus menjadi prioritas utama. Guru perlu diberikan pelatihan yang memadai agar mereka dapat mengadaptasi pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum yang diterapkan.
Ketiga, pendekatan kurikulum yang fleksibel. Kurikulum Merdeka menunjukkan pentingnya fleksibilitas dalam pendidikan. Dengan memberi ruang bagi sekolah untuk menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan lokal, diharapkan pendidikan di Indonesia dapat lebih relevan dan berdampak pada perkembangan siswa secara menyeluruh.
Keempat, kolaborasi dengan masyarakat dan dunia usaha. Melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat dan dunia usaha, dalam pengembangan kurikulum akan memastikan bahwa pendidikan yang diberikan relevan dengan kebutuhan dunia kerja dan perkembangan sosial. Ini juga akan membantu menciptakan sinergi antara pendidikan dan sektor lain yang mendukung kemajuan bangsa.
Kurikulum yang terus berubah di Indonesia mencerminkan dinamika dan tantangan yang dihadapi oleh sistem pendidikan kita. Meskipun tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan mempersiapkan siswa menghadapi masa depan yang semakin kompleks, perubahan yang terlalu sering dapat mengganggu kestabilan dan efektivitas pendidikan. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan semua pemangku kepentingan untuk merencanakan dan melaksanakan perubahan kurikulum dengan hati-hati, agar tidak hanya sekadar mengikuti tren, tetapi benar-benar menjawab kebutuhan pendidikan yang lebih baik dan berkelanjutan. (*)

Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purworejo
Sumber : https://www.metrotvnews.com/play/KvJCa2ad-ganti-menteri-ganti-kurikulum